Rabu, 04 Maret 2009

NUSANTARA

Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuna nusa (pulau) dan antara (lain).
Istilah ini pertama kali tertulis pada beberapa pustaka dari literatur berbahasa Jawa Pertengahan (dari periode Jawa Timur, i.e. Kediri sampai Majapahit). Selanjutnya muncul konsep yang diperbaharui, yang dikemukakan oleh Ernest Douwes Dekker di awal abad ke-20 dan masih dipakai hingga sekarang untuk menyatakan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia.
Malaysia ikut menggunakan istilah ini dipakai sebagai padanan Kepulauan Melayu (Malay Archipelago) dan memiliki muatan nasionalistik.
Daftar isi[sembunyikan]
1 Konsep kenegaraan Jawa
2 Penggunaan modern
3 "Nusantara" dan "Kepulauan Melayu"
4 Lihat pula
5 Referensi
5.1 Link Internal
5.2 Link Eksternal
//

[sunting] Konsep kenegaraan Jawa
Dalam konsep kenegaraan Jawa di abad ke-13 hingga ke-15, konsep raja adalah "Raja-Dewa": raja yang memerintah adalah juga penjelmaan dewa. Karena itu, daerah kekuasaannya memancarkan konsep kekuasaan seorang dewa. Misalnya dalam kerajaan Majapahit. Negara dibagi menjadi tiga bagian wilayah:
Negara Agung
Mancanegara
Nusantara
Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibukota kerajaan tempat raja memerintah. Mancanegara adalah daerah-daerah di pulau Jawa dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di "daerah perbatasan". Dilihat dari sudut pandang ini, Madura dan Bali adalah daerah "mancanegara". Selain itu Lampung dan juga Palembang mungkin juga masih bisa dianggap daerah "mancanegara". Lalu Nusantara adalah daerah di luar pengaruh budaya Jawa, tetapi masih diklaim sebagai daerah jajahan di mana para penguasanya harus membayar upeti.
Gajah Mada menyatakan dalam Sumpah Palapa:
"Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada : Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa"
Kitab Negarakertagama mencantumkan wilayah-wilayah "Nusantara", yang pada masa sekarang dapat dikatakan mencakup sebagian besar wilayah modern Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian Kepulauan Maluku, dan sebagian kecil daerah Kepala Burung di Papua) ditambah wilayah Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kecil Filipina bagian selatan.

Wilayah Kerajaan Majapahit, mengikuti konsep Raja-dewa

[sunting] Penggunaan modern
Pada tahun 1920-an, , Ernest Douwes Dekker (1879-1950), yang juga dikenal sebagai Dr.Setiabudi, memperkenalkan nama Nusantara untuk menyebut wilayah (Hindia Belanda) yang tidak memiliki unsur bahasa asing (India). Hal ini dikemukakan karena Belanda, sebagai penjajah, lebih suka menggunakan istilah Indie ("Hindia"), yang menimbulkan banyak kerancuan dengan literatur berbahasa lain. Alternatif lainnya adalah "Indonesia" dan "Insulinde".
Definisi Nusantara yang diperkenalkan Setiabudi berbeda dengan definisi pada abad ke-14. pada masa Majapahit, Nusantara didefinisikan sebagai wilayah yang akan ditaklukkan. Setiabudi tidak ingin mengadopsi definisi lama, tetapi dia mendefinisikan Nusantara sebagai seluruh wilayah Hindia-Belanda.[rujukan?]
Konsep inilah yang dipakai hingga sekarang oleh Indonesia.

Konsep Nusantara menurut Douwes Dekker

[sunting] "Nusantara" dan "Kepulauan Melayu"
Literatur-literatur Eropa berbahasa Inggris (lalu diikuti oleh literatur bahasa lain, kecuali Belanda) pada abad ke-19 hingga sekarang sering menyebut wilayah kepulauan antara benua Asia dan Australia yang dihuni oleh cabang ras Mongoloid yang disebut ras Melayu (Malay), menggunakan satu rumpun bahasa yang sama (Austronesia), serta saling berhubungan satu sama lain dengan menggunakan satu corak bahasa Melayu (bahasa Melayu Pasar) sebagai Malay Archipelago ("Kepulauan Melayu").
"Nusantara" pada zaman Majapahit dan Kepulauan Melayu yang merupakan dasar dari konsep (Alam Melayu) adalah dua konsep yang memiliki kesamaan cakupan geografis namun terdapat perbedaan sejarah sehingga dua konsep ini tidak dapat digunakan untuk merujuk hal yang sama.
Konsep "Nusantara" murni berasal dari kebudayaan asli Indonesia (Majapahit). Hal ini terlihat dari kata Nusantara sendiri yang tidak diambil dari bahasa asing (India). Bangsa Indonesia sebagai keturunan asli (bukan pendatang) dari Majapahit memiliki hak mutlak atas terminologi Nusantara. Sebagai pewaris terminologi Nusantara, maka hakikat dari definisi terminologi ini yaitu wilayah negara adalah tetap. Jikalau pada asalnya Nusantara merujuk ke wilayah Majapahit, maka sekarang Nusantara merujuk pada wilayah Indonesia.
Sedangkan konsep Kepulauan Melayu sebenarnya digunakan oleh bangsa asing untuk merujuk wilayah dimana penduduknya menggunakan rumpun bahasa Austronesia. Penggunaan kata Melayu sendiri tidak dimaksudkan untuk merujuk pada suku Melayu, namun lebih kepada karena kata "me-la-yo" yang ditemukan di Jambi merupakan kata tertua pada saat itu. kata "me-la-yo" ini sebenarnya hanya merujuk sebagian kecil wilayah jambi dan tidak memiliki cakupan seluas "Nusantara". Pada perkembangannya sebagian penduduk di Asia Tenggara menyalah artikan kata Kepulauan Melayu sebagai konsep epicentris dimana Melayu (Melayu Malaysia) sebagai pusat peradaban di wilayah Kepulauan Melayu (Austronesia).[rujukan?]
Dari kesalahan arti Kepulauan Melayu, kemudian juga berkembang konsep [ras Melayu]]. Konsep ini jelas merupakan suatu kesalahan karena etnis Melayu merupakan salah satu kelompok etnis, sama seperti Jawa, Sunda, Bali, dll.
Mengingat penyimpangan dari konsep Kepulauan Melayu ini dan juga perbedaan sejarah dari kedua terminologi maka terminologi Nusantara dan Kepulauan Melayu adalah terminologi yang berbeda.

0 komentar:

Posting Komentar